Hijab Memuliakan Wanita (Buku Karya Ustd. Felix Y.Siauw)
Judul : Yuk Berhijab!
Penulis : Felix Y. Siauw
Visualis : Emeralda Noor Achni
Penerbit :Mizania (Penerbit Mizan)
Tahun Terbit : Pertama, Juli 2013
Jumlah Halaman :140 halaman
ISBN : 978-602-9255–67-6
Pertanyaan tentang mana yang lebih dulu menghijabi hati atau diri,
seringkali terdengar. Pertanyaan itu seringkali membingungkan bagi yang
masih awam, sekaligus menjadi tameng andalan bagi orang yang tidak ingin
menghijabi dirinya, dengan alasan ingin menghijabi hatinya lebih
dahulu.
Ditambah lagi dengan memberikan pepatah don’t judge the book by its cover,
mereka yang tidak mau berhijab beralasan dengan berkata, “percuma
dihijab kepala dan badan kalau perbuatan masih maksiat, makanya saya
hijab hati dulu deh.” Pepatah yang benar, tapi dijadikan penyesat
muslimah untuk tidak berhijab.
Maka ustadz yang kini banyak menjadi rujukan khususnya remaja yang
menjadi follower twitter atau fanspage facebooknya menganggap bahwa
semua itu adalah alasan. Felix Siauw mengatakan bahwa Allah berfirman
dalam Al-Qur’an menyuruh muslimah menghijabi diri bukan hati. Apalagi
logika mana yang masuk dengan menghijabi hati, apakah hati harus
dikeluarkan dulu baru dihijabi? Pertanyaan dan pernyataan di atas,
menjadi kalah dengan pernyataan Felix tersebut.
Felix menyatakan bahwa menghijabi diri adalah salah satu dari
memperbaiki hati. Maka, seharusnya tidak ada alasan lagi untuk menunda
berhijab (halaman 136). Namun walau begitu, masih ada saja yang akan
berpikiran bahwa jika nanti dia telah memakai kerudung panjang menjuntai
hingga batas dada dan ditambah dengan baju kurung yang menutupi mata
kaki, akan dianggap sebagai ekstrimis, fundamentalis, bahkan teroris.
Pertanyaannya apakah sekejam itu Islam dan Allah dengan mengharuskan
memaksa wanita untuk berhijab?
Mari kita melihat sejarah memandang wanita dari masa ke masa. Dalam
peradaban Yunani kuno, wanita boleh diperjualbelikan layaknya budak,
tidak memiliki hak sipil dan hak waris. Bahkan bisa dianggap wanita
hanya sebagai pemuas nafsu lelaki saja.
Bisa dilihat dari Dewa-Dewa mereka yang gemar selingkuh seperti Zeus
bahkan dengan manusia, sehingga lahirlah demigod-demigod. Tidak beda
dalam peradaban Romawi kuno, hanya beda nama Dewa saja. Nah, dari
kisah-kisah Dewa mereka tersebut lahirlah pandangan sebelah mata
terhadap wanita (halaman 15).
Di India Kuno lebih sadis lagi, seorang wanita yang telah ditinggal
mati oleh suaminya akan melakukan proses membakar diri yang dinamakan
Sati. Hal ini berarti ketika suaminya mati, maka hak hidup istri pun
tidak ada, dan itu dianggap sebagai loyalitas.
Di peradaban kuno Cina juga begitu, wanita menjadi manusia kelas dua.
Yang diperbolehkan belajar dan menjadi cendikiawan hanya seorang lelaki.
Bagi orang Arab jahiliyah kuno pun mereka tega mengubur anak
perempuannya hidup-hidup karena takut kemiskinan. Dari peradaban kuno
yang dikenal dunia, mungkin hanya Mesir yang pernah memberi kesempatan
bagi wanita sabagai tampuk kekuasaan, contohnya Cleopatra.
Bagaimana dengan agama-agama di dunia? Yahudi konservatif menganggap
wanita tidak lebih dari pembantu yang tak berhak akan hak waris. Bahkan
jika hanya memiliki anak perempuan, Ayah boleh menjual anak perempuannya
tersebut. Dalam teologi Nasrani, wanita pun dianggap bertanggung jawab
atas diusirnya Adam dari surge. Karena wanita termakan rayuan setan.
Maka, datangnya Islam sesungguhnya menjadi angin segar bagi wanita.
Dalam surat Al-Hujurat ayat 13, Allah berfirman bahwa laki-laki dan
perempuan itu sama, tidak ada yang membedakan kecuali taqwa. Nah, dalam
meraih taqwa laki-laki dan perempuan harus memiliki ilmunya, yang nanti
akan diamalkan dan diajarkan kepada yang lain. Maka wajiblah mereka
semua untuk belajar. “Menuntut ilmu itu adalah wajib atas seluruh kaum muslimin dan muslimat.” (HR Muslim)
Al-Qur’an menegaskan secara gambling dalam surat An-Nisa ayat 32 bahwa
bagi bagi lelaki ada jalur pahala sendiri dan wanita ada jalur pahala
sendiri. Tidak perlu saling iri, karena mereka tidak saling kompetisi di
jalur yang sama (halaman 40).
Bahkan dalam urusan tertentu wanita dilebihkan daripada lelaki.
Sebagaimana dalam hadits yang diriwayatkan Abu Dawud dan Hakim, bahwa
siapa saja jika diamanahi anak perempuan, jika saja mati maka akan
ditangisi, dan bila dididik dengan baik, maka orang tuanya akan mendapat
jaminan masuk surga. Yang lebih dari itu dalam hadits Muttafaq ‘alaih
bahkan ibu disebutkan tiga kali oleh Rasulullah sebagai orang yang harus
dihormati dan berbuat baik padanya, setelah itu barulah ayah. Begitu
mulianya wanita dalam Islam.
Maka hijab yang diwajibkan bagi muslimah sebenarnya bukan untuk
mengekang wanita, justru itu untuk memuliakan wanita. Hijab berfungsi
sebagai penutup bagian yang haram dilihat (aurat). Bagi muslimah
auratnya adalah semua bagian tubuhnya, kecuali wajah dan telapak
tangannya sebagaimana dalam hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud
(halaman 55). Dengan Hijab tersebut akan menjadi identitas muslimah dan
akan menjaga dirinya dari keburukan, baik dari dirinya sendiri maupun
dari luar.
Buku merah muda ini terdiri sembilan bab. Selain bab bagaimana dunia
memandang wanita, pandangan Islam tentang wanita, dan wanita dan aurat
yang sedikit terjelaskan di atas. Ada bab menutup aurat dan pakaian
syar’i penutup aurat. Kemudian bab Berpakaian tapi telanjang, bab
tabarruj, bab hijab bukan perhiasan, bab kata orang, yang inti semuanya
berisi tentang bagaimana menutup aurat yang benar. Dan bab terakhir
berhijablah dan taatlah, yang membahas tulisan awal di atas.
Maka sudah jelas bahwa wanita dengan hijab lebih mulia, dan buku 140
halaman ini sangat bermanfaat sekali. Guna meraih kemulian sejati
seorang wanita. Mengutip perkataan Ustadz Felix di cover buku, “Hijab tanpa nanti, taat tanpa tapi.” Selamat membaca!
0 komentar: